Asal usul lambang garuda

Tahukah Anda Asal Usul Lambang Garuda Pancasila? 

 

Seluruh rakyat Indonesia sudah pasti mengenal Garuda Pancasila yang merupakan lambang Negara Indonesia. Namun, apakah kalian tahu bagaimana asal-usul munculnya lambang tersebut? Siapakah yang merancang lambang tersebut? Mengapa Bangsa Indonesia menggunakan lambang tersebut? Sejak kapan dan apakah artinya? Ya, hanya sedikit orang saja yang mengetahui asal-usul dari lambang Garuda Pancasila, oleh karena itu Jas Merah kali ini akan mengupas tentang bagaimana terbentuknya lambang Garuda Pancasila.
Burung garuda ini banyak terdapat dalam lukisan Candi Dieng yang digambarkan sebagai manusia berparuh dan bersayap, kemudian juga terdapat di Candi Prambanan dan Panataran yang digambarkan menyerupai raksasa, berparuh, bercakar dan berambut panjang. Dahulu, beberapa kerajaan di pulau Jawa menggunakan Garuda sebagai materai/stempel kerajaan, seperti stempel milik Kerajaan Erlangga yang disimpan di Museum Nasional.
 Pemilihan Rancangan Garuda Indonesia
Presiden Soekarno mengatakan bahwa hendaknya lambang negara itu mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar Negara Indonesia, dimana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk panitia teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Sultan Hamid II yang saat itu menjabat sebagai Menteri Negara Republik Indonesia, dengan susunan panitia teknis M. Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantora, M. A. Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Untuk itu, dilaksanakanlah sayembara dan terpilihlah dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin.
Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang dianggap menunjukkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. Ketika itu gambar bentuk kepala Garuda Pancasila masih gundul dan tidak berjambul.
 Peresmian Lambang Negara
Burung Garuda ditetapkan dan diresmikan sebagai lambang Negara RI pada tanggal 11 Februari 1950 dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah no 66 tahun 1951. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan lambang negara tersebut kepada khalayak untuk pertama kali pada tanggal 15 Februari 1950. 
Penyempurnaan lambang negara itu terus dilakukan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang gundul kini menjadi berjambul. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki. Tanggal 20 Maret 1950, Presiden Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali bentuk final lambang negara yang telah diperbaiki tersebut dan dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913, dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia-Arab. Istri Sultan Hamid II seorang berkebangsaan Belanda yang melahirkan dua anak yang saat ini berada di Negeri Belanda.
Sultan Hamid II menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda. Pada 20 Desember 1949, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 2 Tahun 1949, Sultan Hamid II diangkat sebagai Menteri Negara RIS. Dalam kedudukannya ini, dia dipercayakan oleh Presiden Sukarno mengkoordinasi kegiatan perancangan lambang negara.
Sebagai revisi akhir, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Mas Agung, Yayasan Idayu Jakarta pada tanggal 18 Juli 1974. Sedangkan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak.  Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
 
 
 
diambil dari http://merryscolingmas.blogspot.com/2012/12/tahukah-anda-asal-usul-lambang-garuda.html

Komentar