Kisah Republik Indonesia Serikat (RIS) Digoyang Masyarakat
Kesepakatan pada KMB pada tanggal 2 November 1949 merupakan awal terbentuknya Republik Indonesia Serikat. Republik Indonesia Serikat merupakan negara dengan sistem federal yang terdiri atas:
1. Tujuh negara bagian, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura dan Negara Indonesia Timur.
2. Sembilan satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu Kalimantan Barat, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tenggara.
3. Wilayah Indonesia selebihnya yang tidak termasuk dalam tujuh negara bagian dan 9 negara yang berdiri sendiri.
Karena
tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi, serta diketahui bahwa
sebagian negara anggota Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah hasil
bentukan Belanda serta sangat bergantung pada kekuatan militer dan
campur tangan pemerintah Belanda. Maka banyak terjadi pergolakan baik di
pusat maupun di negara-negara bagian RIS lainnya.
Sebenarnya negara-negara bagian dibentuk atas keinginan Belanda dan bukan merupakan kehendak rakyat, tujuannya apalagi kalau bukan untuk mempengaruhi negara-negara bagian itu agar memisahkan diri selamanya dari RI dan dikuasai kembali oleh Belanda. Terjadi reaksi yang hampir senada di berbagai daerah, para pimpinan daerah negara bagian mengadakan rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan, sementara itu rakyat mengadakan berbagai demonstrasi di jalan-jalan di berbagai daerah. Tuajuannya tak lain dan tak bukan agar RIS dibubarkan dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan. Bahkan beberapa pimpinan RI yang berada di parlemen bertekad untuk segera menghapuskan sistem negara federal ini.
Beberapa kejadian dan alasan yang membuat negara-negara bagian ingin kembali ke NKRI di antaranya sebagai berikut:
1. Di Negara Jawa Timur dan negara Madura dan Yogyakarta terjadi demonstrasi besar-besaran dalam rangka menuntut agar negara kesatuan segera dibentuk. Mereka merasa tidak memiliki perbedaan secara identitas kultural, linguistik ataupun etnik dengan rakyat di wilayah pemerintah, Yogyakarta. Akhirnya mereka sepakat untuk kembali bergabung dengan RI menjelang akhir Januari 1950.
2. Pada tanggal 23 Januari 1950 terjadi percobaan kudeta, pendudukan kota Bandung bahkan percobaan pembunuhan terhadap beberapa menteri. Teror itu dilakukan oleh Kapten KNIL, Raymond Westerling bersama pasukannya yang disebut Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Kejadian itu membuat tekad rakyat negara Pasundan semakin bulat untuk bergabung dengan RI.
3. Tanggal 30 Januari 1950 Wiranata Kusumah, wali negara Pasundan, mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya kepada komisaris RIS sewaka pada tanggal 8 Februari 1950. Hal ini memicu berbagai wilayah lain untuk mengikuti jejak negara Pasundan, mereka berbondong-bondong mengundurkan diri dan bergabung dengan RI. Di antara bulan Maret dan April 1950 tercatat Kalimantan Timur, Daerah Banjar, Dayak Besar, Kalimantan Tengah, Bangka, Riau, dan Belitung, melebur kembali ke RI.
4. Pada bulan April 1950 kekuasaan atas negara Kalimantan Barat diambil alih oleh RIS. Hal ini disebabkan karena Sultan Hamid II selaku kepala negara terbukti melakukan penghasutan kepada pasukan Westerling untuk membuat keonaran. Lalu terungkap juga bahwa Sultan Hamid adalah termasuk salah seorang menteri yang tidak memiliki fortopolio dalam kabinet RIS.
5. Pada bulan Mei 1950, hampir seluruh negara bagian dan daerah-daerah membubarkan diri. Dimulai sekitar bulan Maret, terjadi pergolakan dan pertentangan antara golongan federalis (pendukung sistem federal yang biasanya mendapat sokongan dan hasutan dari Belanda) dan unitaris (para loyalis yang ingin kembali ke NKRI) berkobar terutama di Makasar, hal ini menimbulkan krisis politik dan pemberontakan.
Berbagai pergolakan di hampir seluruh wilayah negara-negara bagian itu membuat para pemimpin RIS dan parlemen harus segera memberikan respon, karena dikhawatirkan pergolakan ini justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin memancing di air keruh. Akhirnya berbagai upaya pun dilakukan, mulai dari pertemuan-pertemuan, konferensi, rapat-rapat, dan sebagainya.
Dalam konstitusi RIS, pasal 43 dan 44 disebutkan bahwa peleburan negara-negara bagian dan penggabungan dengan negara-negara bagian harus berdasarkan aturan-aturan yang telah tercantum dalam Undang-Undang Federal.Untuk merespon berbagai tuntutan dan usaha-usaha dari berbagai daerah yang menginginkan kembali ke sistem negara kesatuan, maka pada tanggal 20 Februari 1950 Perintah pusat RIS mengajukan usulan suatu RUU kepada DPR RIS yang bertugas mengatur permasalahan yang ada di negara-negara bagian dan daerah-daerah.
Tanggal 8 Maret 1950, pemerintah RIS mensahkan Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1950, tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan Undang-undang itu, beberapa negara bagian menggabungkan diri dengan Republik Indonesia di Yogyakarta atas inisiatif sendiri. Parlemen RIS tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan negara-negara bagian dan daerah-daerah, begitu pula dengan pemerintah RIS.
Pada tanggal 5 April 1950, RIS hanya terdiri dari tiga negara bagian, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia Timur. Semakin kuatnya keinginan rakyat agar Negara kesatuan diwujudkan, mendorong pemerintah RI untuk memberikan masukan pada pemerintah RIS agar dilaksanakan suatu perundingan dengan Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia Timur. Lalu dilaksanakanlah konferensi segitiga antara Perdana Menteri Moh. Hatta (RIS), Presiden Sukawati (NIT) dan wali negara Tengku Mansyur untuk membicarakan masalah pembentukan negara kesatuan pada bulan Mei 1950.
Pada tanggal 19 Mei 1950, berlangsung pertemuan antara Perdana Menteri Moh. Hatta (RIS) dan Perdana Menteri Halim (RI) yang membuahkan kesepakatan yang dituangkan dalam suatu Piagam Persetujuan, yang inti dari kandungannya adalah kesepakan antara RI dan RIS untuk membentuk negara kesatuan. Lalu, kedua pemerintah membentuk sebuah kepanitiaan yang akan melaksanakan Piagam Persetujuan 19 Mei 1950 itu. Tugas panitia ini khusus untuk menyusus Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan.
Undang-Undang Dasar ini disusun dengan cara mengubah konstitusi RIS, poin-poin yang dianggap baik dalam konstitusi RIS diambil dan digabungkan dengan poin-poin penting dari UUD 1945, poin-poin itu antara lain tentang aturan warga negara, agama, dan susunan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, sementara dari konstitusi RIS diambil poin tentang hak-hak asasi manusia. Parlemen dan senat RIS akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 12 Agustus, Badan Pekerja Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Yogyakarta menyetujui Rancangan UUDS itu.
Akhirnya, di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950, di depan sidang Senat RIS dan DPRS, presiden Soekarno mengumumkan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan pada hari yang sama Soekarno menerima kembali jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia dari Mr. Asaat yang memangku jabatan sementara Presiden Republik Indonesia, lalu Perdana Menteri RIS menyatakan mengundurkan diri, dan dengan demikian berakhirlah Negara Republik Indonesia Serikat.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, presiden Soekarno mengumumkan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia di Jakarta. UUDS Negara Kesatuan Republik Indonesia diberlakukan yang kemudian lebih dikenal dengan UUDS 1950. Kemudian pada hari yang sama Soekarno berangkat menuju Yogyakarta untuk membubarkan Negara Indonesia Serikat secara resmi.
Pada kenyataannya Republik Indonesia Serikat hanya berumur sekitar 8 bulan setelah konstitusi Republik Indonesia Serikat diganti dengan Undang-Undang Dasar 1950 (UUDS 1950). UUDS ini pun hanya berlaku hingga tahun 1959, setelah presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit dan menyatakan Indonesia kembali ke UUD 1945. Dengan demikian cita-cita kemerdekaan Indonesia yang sesuai dengan proklamasi 17 Agustus 1945 yang berbentu negara kesatuan sudah tercapai. (sumber: bimbie.com)
Komentar
Posting Komentar