MENYINGKAP TABIR KEKAYAAN BUMI MANDAILING NATAL


Menyingkap Tabir “Kekayaan” Bumi Mandailing NatalKawasanyang baru saja ditunjuk sebagai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), MandailingNatal (Madina), Sumatera Utara, seluas 108.000 Ha ternyata memiliki kekayaan hayati yang tinggi. Fakta ini terungkap lewat survei awal yang dilakukan Conservation International (CI) Indonesia bersama Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (LIPI), Pusat Penelitian dan Pengembangan (PusLitBang) Hutan danKonservasi Alam-Departemen Kehutanan dan pemerintah daerah Kabupaten Mandailing-Natal. Survei ini dilakukan selama kurang lebih 6 minggu, dari 2 Februari hingga 20 Maret2004.

Survei terpadu ini berhasil memberikan gambaran yang dapat dijadikan sebagai masukan awal dalam menentukan model pengelolaan, cakupan wilayah, zonasi dan hal-hal terkait lainnya. “Kawasan Taman Nasional Batang Gadis inimerupakan harta yang paling berharga bagi masyarakat di sekitarnya. Selain dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti terjaminnya suplai air bersih, masyarakat juga terhindar dari bencana alam seperti yang belum lama ini terjadi di Bahorok,tetapi dengan catatan jika masyarakat Madina menjaga hutannya dengan baik,”tutur Dr. Endang Sukara, Deputi Ketua LIPI Bidang Ilmu PengetahuanHayati.

Berdasarkanhasil penelitian flora, dalam plot seluas 200 meter persegi terdapat 222 jenistumbuhan berpembuluh (vascular plant) atau sekitar 0,9% dari flora yang ada di Indonesia (terdapat sekitar 25.000 jenis tumbuhan berpembuluh diIndonesia). Sementara dalam plot seluas 1 Ha, terdapat 184 jenis pohon yang berdiameter lebih dari 10 cm dengan jumlah pohon sebanyak 583. Survei ini juga berhasil menemukan bunga Padma (Raffesiasp.) jenis baru. Hingga kini, bunga tersebut belum diberi nama ilmiah dan masih diteliti oleh pakar di Herbarium Bogoriense, Pusat PenelitianBiologi-LIPI.

“KawasanTaman Nasional Batang Gadis ini ternyata mempunyai kekayaan hayati flora yangtinggi, sehingga harus tetap dijaga kelestariannya. Sebab, masih banyakjenis-jenis tumbuhan yang secara ilmiah belum dikenal serta belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia dan ini perlu dikaji lebih lanjut,” imbuh Dr.Kuswata Kartawinata, pakar hutan tropis yang juga adviser CIIndonesia.

Disisi lain, tim survei fauna mengidentifikasi berbagai jenis mamalia di daerahTNBG dan sekitarnya pada ketinggian 50-1350 meter di atas permukaan laut (mdpl). Melalui perangkap kamera, tim ini berhasil merekam gambar harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedussumatraensis), tapir (Tapirus indicus), kucing hutan (Catopumatemminckii), kancil (Tragulus javanicus), binturong (Arctitisbinturong), beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac) dan landak (Hystix brachyura).

“Halini sangat luar biasa, hanya dalam enam minggu saja kami sudah berhasilmengidentifikasi beberapa satwa langka, padahal di lokasi lain butuh waktutahunan. Selain itu, kami juga mengidentifikasi adanya empat jenis primata dankeragaman jenis tikus hutan yang tinggi,“ jelas Dr. H. M. Bismark, Ahli PenelitiUtama (APU) Biologi Satwa Liar dan Konservasi dari PusLitBang Hutan dan Konservasi Alam-DepHut. Hal ini, lanjutnya, menandakan fungsi satwa sangat mendukung untuk proses regenerasi dan suksesi hutan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem.

Disisi lain, tim yang dipimpin Drs. Boeadi, pakar reptil dan amfibi LIPI berhasil menemukan amfibi tak berkaki (Ichtyopis glutinosa) -merupakan jenis satwapurba- dan katak bertanduk tiga (Megophyris nasuta) yang sudah langkahanya dapat dijumpai (endemik) di Sumatera.

Catatanjenis burung di kawasan ini juga bertambah dari 140 menjadi 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati terancam punah. Ditemukan juga dua jenis burung yang selamaini dikategorikan sebagai ‘kekurangan data’ (data deficient) oleh IUCN karena sedikitnya catatan. Dari total jenis burung tersebut 13 jenis masuk kedalam kategori Burung Sebaran Terbatas yang berkontribusipada terbentuknya Daerah Burung Endemik dan Daerah Penting bagi Burung (DPB). “Ada satu jenis burung yang keberadaannya di Sumatera masih diragukan dan timkami menemukannya, bahkan dengan bukti foto, yaitu pedendang kaki sirip (Heliopais personata),” ujar Sunarto, ahli keanekaragaman hayati CI Indonesia. Tambahnya, kawasan ini merupakan salah satu lokasi transit burung-burung migran yang datang dari belahan bumi utara.


Selaintumbuhan dan hewan tingkat tinggi, CI Indonesia dan Bioteknologi-LIPI juga mencoba melakukan hal baru yaitu mengidentifikasi mikroba hidup dalam jaringan tumbuhan (endopyte) yang ada di hutan tropis Mandailing Natal, guna menyelamatkan jenis mikroba tersebut dari kepunahan. Konservasi mikroba dari hutan tropis Indonesia belum pernah dilakukan oleh lembaga mana pun. Hinggakini, tim survei telah berhasil mengumpulkan 1500 jenis mikroba yang terdiri dari bakteri, kapang dan jamur. Mikroba ini banyak memberikan manfaat antara lain sebagai sumber obat-obatan, pupuk organik, bio-insektisida ataupun bio-fungisida yang menunjang sektor pertanian maupun penghasil enzim dan hormon yang dibutuhkan oleh sektor industri. Sekali potensinya terkuak, Indonesia dapat membangun bioindustri bernilai tinggi tanpa harus mengorbankan kekayaan bumi Madina.

“Kamiberharap hasil penemuan awal ini menjadi sumber acuan bagi pengelolaan kawasan taman nasional yang dikelola secara kolaboratif berdasarkan keselarasan antara kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati dan kepentingan masyarakat lokal, nasional dan global” tukas Dr. Jatna Supriatna, Regional Vice President CIIndonesia.

BERITA TERKAIT

OBYEK WISATA DI MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA
Asal Usul Nama Mandailing



Komentar